Oleh: Toto Karyanto
Suasana DU minggu pertama
Ada yang hampir terlewati. Hari pertama sampai satu
minggu, listrik di Bantul secara umum padam. Komandan KSR PMI Bantul saat itu,
Suwandi yang akrab dipanggil Wondo dan beberapa teman tengah menyiapkan
sambungan-sambungan kabel ke berbagai titik. Tiba-tiba hujan turun sangat
deras. Air seperti ditumpahkan dari langit. Relawan terpecah konsentrasinya
antara menerima bantuan kemanusiaan yang terus mengalir, menyiapkan makan malam
di dapur umum dan melakukan evakuasi korban yang ada di tenda perawatan
darurat. Untuk beberapa saat suasana sekitar lokasi pengungsian dan RS Darurat
PMI kacau.
Ada kepanikan yang cukup membuat repot para relawan
ketika air terus meninggi dan hampir menutup sisi paling atas jajaran kotak
kayu yang jadi lantai buat ruang rawat sementara pasien di bawah tenda.
Kepanikan bertambah dengan masuknya beberapa pengungsi yang mengendarai mobil
mulai masuk ke kawasan lapangan Dwi Windu di tengah arus evakuasi dan suasana
gelap gulita. Sebagian pasien yang tengah di ruang rawat sementara telah
berhasil dievakuasi ke tenda-tenda perawatan yang kondisinya lebih baik di atas
lapangan tenis sebelah Barat lapangan. Berkali-kali kami beritahu lewat megaphone kalau lingkungan
sekitar Lapangan Dwi Windu khusus untuk menampung pasien dan aktivitas RS
Darurat. Akhirnya, di tengah yang hujan kian lebat, harapan melakukan evakuasi
maksimal tercapai karena kesigapan teman-teman relawan Satgana PMI yang terus
berdatangan. Sekitar jam 9 malam hujan reda, saya kembali ke sekretariat
membantu penerimaan bantuan logistik. Satu diantara beberapa bagian yang
nantinya merupakan tantangan dan kisah tersendiri.
Beberapa kali guncangan kecil dan sedang masih terasa di tengah
kesibukan para relawan kemanusiaan dari berbagai elemen, terutama
cabang-cabang dan daerah PMI se Indonesia, melakukan tugas masing-masing. Saat
tengah menata gudang logistik dari tumpukan bantuan masyarakat dalam dan luar
negeri, Bambang Kevin yang mungil dan eksentrik mencari saya. Katanya ada tamu
dari Cilegon, Banten. Setelah kami dipertemukan dengan rombongan kecil lima
orang itu, ternyata mereka adalah tim pendahulu dari SKKS (Serikat Kerja PT.
Krakatau Steel) Peduli Bencana yang direkomendasikan kakak kandung (mas
Kusmantoro) selaku satu pengurusnya untuk menemui saya dan minta ditempatkan
oleh PMI pada lokasi yang masih kosong dan tempat asal salah satu karyawan
perusahaan baja terbesar di Indonesia itu. Saya sudah lupa nama-nama mereka.
Tetapi, rekomendasi itu kami perhatian dengan serius. Karena situasinya
darurat, kami berdiskusi dalam keadaan berdiri. Akhirnya diputuskan Jetis
sebagai lokasi Tim SKKS Peduli Bencana. Dan Bambang saya minta menemani mereka
sampai menemukan lokasi untuk mendirikan pos bantuan (posko). Sekitar tengah
malam, kalau tidak salah jam 01.30WIB saya minta ijin beristirahat sejenak
dengan pesan kalau sampai tertidur tolong dibangunkan ketika suara dengkur saya
mulai melemah alias telah pulas. Kebiasaan ini selalu saya katakan di manapun
lahan pengabdian kami pada kemanusiaan lewat PMI.
Tukar rompi sama kakak kandung-ketemuan di Piyungan
Sejam berikutnya saya dibangunkan dalam keadaan yang masih
lesu. Tapi hilang sudah rasa kantuk. Ada anggota PMR Bantul yang menyodorkan
sebuah botol air mineral. Ia saya minta duduk sebentar karena saya ingin bercerita soal mimpi di tengah tidur pulas
saya. Tempat yang saya pakai buat tidur adalah sebuah angkruk di
sebelah Utara Markas Cabang PMI Bantul. Begitu melihat tempat itu kosong dan
cukup representatif untuk memuaskan pola tidur yang harus rebahan, saya
langsung menjatuhkan badan. Seorang anggota PMR Bantul yang masih ngobrol di
bawah tenda depan angkruk itu ingin memberitahu sesuatu dan ketika mendekat
ternyata saya telah tidur.
” Oh begitu to ceritanya”, kata saya.
“Iya oom. Sampai sekarang jari perempuan itu belum ketemu”, kata
anggota PMR tadi.
” Eh…sebentar. Sepertinya ada yang mengganjal di ujung
kepala saya sewaktu kamu bangunkan. Coba ambil senter atau penerang lainnya.
Baterei ponsel saya lemah”.
” Ini batereinya oom”, ia menyodorkan sebuah baterei besar yang
sangat terang.
Tak perlu waktu lama untuk menemukan potongan jari itu. Saya ambil
sebuah kantong plastik yang memang telah siap dan memasukkan jari temuan ke
dalamnya. Sepanjang jalan menuju tenda mayat yang ada di lapangan dekat tenda
perawatan pasien, saya bersama seorang anggota PMR yang tahu letak kantong
mayat pemilik jari itu dengan maksud menyatukannya. Ternyata, hujan semalam
menggeser posisi semua mayat yang ditampung di sana. Beruntung hanya ada empat mayat
dan si pemilik jari adalah satu-satunya yang perempuan. Setelah memasukkan
potongan jari ke dalam kantong mayat dan memperbaiki catatan yang digantung di
satu bagian tenda mayat itu, kami keluar. Ketika menutup kembali tenda mayat
ini, bulu kuduk saya terasa berdiri. Sepanjang waktu tadi justru tidak ada
perasaan itu. Tiba-tiba rasa lapar muncul dan menggelitik perut.
Di tenda dapur umum beberapa anggota TSR dan PMR tengah menyiapkan
menu untuk pagi.
“Belum ada yang mateng oom, kata mereka. Tapi ada air panas kalau
mau bikin kopi dulu sambil nunggu tak bikinkan mie instan rebus buat mengganjal
perut”. kata Yu Ipah, KSR PMI Bantul yang menangani dapur umum dan masih lajang
itu.
Azis-Relawan PMI Kebumen
Setelah mengambil sesendok makan kopi bubuk dan minta gula pasir
di dapur, saya menyeduh kopi. Pagi yang sangat dingin jadi terasa lebih hangat
setelah minum beberapa teguk kopi panas. Saya memang selalu bawa bekal kopi
bubuk cukup banyak dan sedikit gula pasir saat bertugas di daerah bencana dan
disimpan dalam bungkus khusus anti air. Juga rokok keretek kesukaan. Soal makan
tak begitu utama, cukup sekali sehari. Dan mie instan rebus yang dibuat oleh
crew dapur umum pagi ini adalah masakan pertama yang saya santap sejak
kedatangan sore hari sebelumnya. Sepanjang malam melakukan aktivitas yang
sangat melelahkan secara fisik, dua buah roti sumbangan warga Jogja di tengah
hujan deras semalam adalah menu yang istimewa. Tadinya saya membayangkan akan
makan mie instan mentah bersama air mineral yang jumlahnya segudang di Gedung
Pramuka sebelah Selatan Markas PMI Cabang Bantul. Setelah kenyang makan mie
instan rebus dan menghabiskan sebatang rokok serta kopi, saya menuju gudang
logistik untuk sholat Subuh.