Banner basecamp Kampoeng Relawan
Kampoeng Relawan berawal dari sebuah grup dalam media sosial Facebook bernama Reuni Relawan Gempa Bantul 2006. Grup
yang semula dimaksudkan untuk menjadi ajang silaturahmi para relawan PMI yang
pernah mengikuti aktivitas operasi tanggap darurat (Emergency Response Operation) gempa tektonik di wilayah DI Yogyakarta
dan Jawa Tengah pada 5,9SR di hari Sabtu, 27 Mei 2006 sekitar jam 05.55 WIB itu
ternyata kurang berkembang dan hanya searah. Sehingga grup ini relatif kurang
terurus. Mungkin karena sepi peminat atau sebab lain. Perubahan besar terjadi
setelah kopdar (kopi darat) dan tatap muka anggota grup Voltage di Markas PMI
Kab. Bantul yang diinisiasi oleh TSR PMI Kota Surabaya (Seno Suharyo dan Bom
Doank), KSR PMI Tulungagung (Musytarif Muhammad dkk), TSR dan KSR PMI Kota
Semarang (Hartadi dan Tri Sugiarto serta M. Firman Fahrudi dkk KSR Univ.
Diponegoro), Edi Suprayitno (KSR PMI Prov. Bali), Hafil Dayak (TSR PMI Kalsel),
Dang Adi (KSR PMI Bengkulu), Yadi Al Ghoribi (KSR PMI Babel), Bambang Widodo
dan Iskandar “Rere Edane” Akbar (KSR PMI Sumsel) serta TSR PMI DIY (Seto Handoko,
Muksinun, Eko Legok, Ahmad Misno dan Toto Karyanto). Yang tidak dapat diabaikan dan sangat mendinamisasi
kegiatan kopdar tsb adalah kehadiran 4 orang staf divisi relawan dan SDM PMI
Pusat yakni Deni Prasetyo, Rahmad Arief, Dody Al Fitra serta Ayu Andini.
Obrolan Sersan Kopdar Bantul 2013
Sebelum kopdar Bantul itu, akhir tahun 2012 lalu,
ketika ada upaya politisasi atas penentuan lambang perhimpunan nasional oleh
salah satu partai politik yang mengatasnamakan agama, bersama dokter Seno
Suharyo, saya menggagas aksi tanda tangan dukungan Relawan PMI se Indonesia agar
mempertahankan Palang Merah sebagai aksi Satu Negara Satu Lambang. Banyak daerah,
khususnya di luar Pulau Jawa seperti Kalimantan Selatan, Timur dan lain-lain
yang dipelopori oleh sdr. Hafil Dayak begitu antusias melakukan upaya
penggalangan aksi tanda-tangan dukungan kepada Palang Merah. Demikian juga dengan Provinsi Bali, peran Edi “Doaku
Palestina” Suprayitno sangat luar biasa dalam menggerakkan partisipasi relawan.
Khususnya dari kalangan perguruan tinggi. Pulau Jawa sebagai pusat konsentrasi
kegiatan kepalang-merahan justru relatif “dingin”. Antusiasme hanya di Jawa
Timur, sebagian Jawa Barat dan Banten serta DKI Jakarta. Sementara itu, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta “adem ayem”. Meskipun kurang terekspos media massa
umum, di media social Facebook dan Twitter, gerakan ini luar biasa besarnya.
Termasuk dampak psikologis yang ditimbulkan juga sangat besar. Terbukti dari
proses penyelesaian RUU Kepalangmerahan yang sampai saat ini tidak banyak
diketahui publik.
Kuliah lapangan singkat_KSR UNDIP Semarang
di Sentra Anyaman Pandan Kebumen
Sebagaimana terjadi dalam sejarah berdirinya Gerakan Internasional
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, gerakan relawan PMI tak pernah berhenti
pada satu titik formalitas organisasi. Dengan masuknya (kebanyakan) unsur birokrasi
dan politisi dalam struktur formal
organisasi PMI di berbagai tingkatan, justru membuat gerakan penguatan
kapasitas sumber daya Relawan PMI di luar struktur formal tsb semakin menemukan
bentuknya. Dari dunia maya ke dunia nyata. Dan anggota, terutama pemuka
Kampoeng Relawan tetap berupaya serius dengan inovasi dan kebersamaan. Satu
diantaranya adalah mengisi kegiatan partisipatif dalam acara Temu Karya Nasional
V 2013 Relawan PMI di Waduk Selorejo, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada 23 -30
Juni 2013 yang kian mendekat waktu pelaksanaannya.
Dalam rangkaian kegiatan TKN V 2013 ini, Kampoeng
Relawan akan mensosialisasikan satu gagasan inovatifnya yakni berupaya mewujudkan
sebanyak mungkin wirausaha sosial (sociopreneur) di kalangan relawan,
terutama untuk Korps Sukarela (KSR) dan Tenaga Suka Rela (TSR). Pilihan jatuh pada
kewirausahaan sosial adalah karena potensi
besar yang ada saat ini belum dapat dipetakan dengan optimal. Selain itu, kewirausahaan
sosial berbasis komunitas memiliki banyak peluang tumbuh dan berkembang dengan
segenap hambatan dan tantangannya. Diprediksi, jumlah relawan PMI dari
kalangan KSR dan TSR tak kurang dari 1 juta orang yang tersebar di seluruh
penjuru tanah air. Apabila setiap relawan tsb berkontribusi 10 ribu rupiah,
maka akan terkumpul modal dasar 10 milyar. Nilai ini cukup memadai untuk
menjalankan aktivitas kewira-usahaan dan sekaligus mengangkat kesejhateraan sosial.
Mungkin akan muncul pertanyaan, siapa dan bagaimana cara mewujudkan gagasan
itu?
Di ajang TKN V 2013 inilah, gagasan tsb dikemas sabagai
agenda acara penting Kampoeng Relawan. Berdasar analisis SWOT (strength, weakness, opportunity and threat; kekuatan-kelemahan-peluang-hambatan)
sederhana, saya sangat optimis akan dicapai kemajuan dalam pemahaman bersama
sebelum melangkah ke arah penyempurnaan dan pembumian gagasan. Optimisme yang bukan
sekadar semangat membara. Tetapi, aura positif dalam kegiatan ini semakin
terasa kehadirannya. Tentu saja, sepanjang energi positif tercurah pada hal-hal
positif dan berdampak jangka panjang, peluang mempercepat realisasi gagasan
sangat terbuka. Satu pertanyaan yang agak mengganggu pikiran saya adalah
mampukah para relawan PMI yang begitu cekatan dan terampil dalam menangani situasi
darurat khususnya memiliki daya
dan semangat yang kurang lebih sama pada kondisi normal ?